Kebanyakan suku di Indonesia melakukan upacara Inisiasi. Yaitu, upacara yang mengantarkan seseorang dari alam kanak-kanak ke alam dewasa. Seolah-olah kedua alam itu dibatasi oleh sebuah gerbang. Seperti di Nias ada lompat batu dan di Bali ada upacara Pangkur.
Sejarah dalam perjalanannya seperti menyiapkan inisiasi tersendiri untuk para pemuda. Beberapa diantaranya tercatat dalam sejarah. Diantaranya sumpah pemuda 28 Oktober 1928, Tritura 1966, dan Reformasi 1998. tentunya Inisiasi zaman juga membutuhkan ketentuan. Namun, tidak sekejam teori evolusi Darwin tentunya. Resiko gagal melewati inisiasi zaman hanya terpinggirkan, tidak dominan dan submisif.
Pemuda-pemudi Indonesia saat ini sering diartikan mahasiswa oleh masyarakat. Dulu, mungkin mahasiswa menjadi salah satu pilar ekstra-perlementer dan tiap-tiap mahasiswa menyadari bahwa mahasiswa adalah kepanjangan tangan rakyat. Sayangnya budaya memainkan peranan kuat. Akan tetapi, masuknya budaya baru terkadang tidak hanya menyebabkan akulturasi terkadang terjadi asimilasi terlebih pergeseran dan perubahan terjadi sangat cepat dikarenakan media dan sarana komunikasi banyak macamnya. Banyak dari budaya itu disisipi dengan konsep pemikiran yang pada akhirnya mengikis kesadaran dalam kesadaran.
Soekarno pernah berkata, bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah. Untungnya, pada hari sabtu kemarin tepatnya pada tanggal 28 oktober 2006 sebagian dari kita memperingati hari sumpah pemuda yang pada tahun 1928 bertempat di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng. hal ini tentu merupakan moment yang tepat untuk merefleksikan kembali untuk apa dan siapa pemuda harusnya bergerak. Karena ditangan pemuda ada masa depan bangsa. Tidak heran jika Soekarno menginginkan pemuda, tidak heran jika Pram berharap pada pemuda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar